Selasa, 13 November 2007

jawa dan bukan jawa

sejak dulu banyak kudengar petuah-petuah dari mbah uti-ku, ibuku dan banyak lagi suara-suara di keluarga besarku.

perempuan, janganlah suka makan sayap ayam.

ketika kutanyakan mengapa, jawabbannya : biar tidak pergi jauh dari orang tuanya. (nah, lo..apa hubungannya coba??)

pernah juga beliau-beliau ini bersabda lagi, perempuan musti lemah lembut, jangan 'cuwawakan' (i could't found a same meaning word in Indonesian yet), tak boleh naik pohon (? bingung nggak ??)dan seterusnya.
saat kutanya lagi, katanya : memang harus begitu perempuan.kali ini ada tambahannya dikit : JAWA.
(nah,mengapa pula perlu ditambah kata Jawa di sini ???)

aku sangat percaya, Allah menciptakan kami, manusia ini secara berbangsa-bangsa, ribuan jumlahnya, bukan untuk dibedakan. namun selayaknya kami justru untuk saling mengenal satu sama lain. dengan demikian kami kan saling bahu-membahu demi kemaslahatan ummat manusia. itu kalo yang dapat berpikir rasional, kukira.

namun bagi yang sangat antroposentris, dia justru berpendapat bahwa penciptaan bangsa yang sekian ribu jumlahnya ini tak lebih dari bentuk pernyataan bahwa akan ada bangsa yang paling unggul diantara yang lain. dan itulah bangsanya sendiri. yang lain tidak beradab, tidak bermoral, kurang etika. menurutky ini adalah sebuah bentuk arogansi yang tidak dapat dimaafkan. sudah terbukti melalui sejarah, mulai dari gerakan Nazi, Klu Klux Klan, indo-pribumi, cina-pribumi, javanese centris dan seterusnya.

nah, yang aku akan bahas di sini tentunya adalah javanese sentris yang sangat bersinggungan dengan diri pribadiku. ibarat kata orang : hari ginih masih aja ?

well, sejak jaman mataram, jawa telah dibagi secara geografis ; lingkungan kraton, luar kraton, bagelen, pasisiran lalu yang lebih menyakitkan : manca nagara. (secara persis aku tak begitu ingat, namun kurang lebihnya demikian).

secara harfiah, pembagian ini memang memudahkan pengawasan oleh pihak kraton, melalui para punggawa dan bupati. tapi secara sosio kultural muncul pembedaan kelas : ningrat, rakyat jelata, rakyat luar keraton, warga pesisir dan 'orang luar'. pembagian geografis inilah salah satu sebab yang memperkuat orang jawa ningrat merasa lebih unggul daripada masyarakat biasa, pesisiran pula. apalagi terhadap 'orang luar'.

ini yang membuat aku selalu gelisah. aku benci jadi orang jawa. mengapa harus merasa lebih unggul ?

ya, sudah begitu lama aku sangat gerah dengan ke'jawa'anku ini.
aku bertekad untuk melawan.

dan aku berhasil.

satu bukti adalah ketika uda pernah bertanya padaku, kamu ini gadis jawa bukan sih ?
dulu, dulu banget , awal kita bertemu.

aku cuma merasa, aku menjadi diriku sendiri.
yang seperti ini. aku merasa tidak perlu membentuk diriku menjadi seorang perempuan jawa yang seperti disabdakan banyak orang di keluargaku. aku hanya perlu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa.it's enaugh.

itulah mengapa sejak sma aku sudah bilang pada papah : aku tak pernah mau melakukan ritual kejawaan untuk menyelenggarakan upacara pernikahanku nanti. aku tak mau segala yang kita yakini disimbolkan dengan hal-hal yang..sounds so mistic. aku yakin keluargaku sayang padaku, tapi bukan berarti meraka harus 'menyirami' aku dengan air dari 7 sumber mata air yang berbeda pada upacara siraman kan ?

namun demikian aku mencoba mengindahkan hikmah dari sabda-sabda itu. insyaallah, aku akan selalu berusaha tetap dekat dengan orangtua dan menjalin silaturahmi. tapi ijinkan aku untuk selalu menikmati sayap ayam (KFC pula) .. :-)

tapi untuk selalu tampil lemah lembut, nanti dulu ya. maaf aku tak mungkin berlemah-lembut di area publik yang membutuhkan ketegasan dan keberanian. semisal sedang di bis kota yg penuh sesak dan diincar copet (based on true story) atau lagi diserobot antrian di spbu. maap ya kalo aku musti berbaik-baik dan rela mengalah ..

intinya aku ingin menjadi diriku sendiri. bukan karena doktrin perempuan jawa harus begini begitu. bukan..

sebenarnya, dulu dan sampai kini, aku mencoba tidak percaya bahwa sebuah suku memiliki satu ciri khas tingkah laku dan perbuatan. semisal, orang minang pelit, orang batak keras kepala, orang jawa lemah lembut tapi menusuk, orang betawi kasar dan seterusnya.

aku lebih percaya bahwa manusia diciptakan Allah dengan satu keunggulan, otak. dan dengan otak itulah manusia bisa berpikir, membentuk jatidirinya sendiri melalui pencarian. manusia punya kemamuan, untuk menerima, menolak dan melawan. itulah yang membuat dia berbeda satu sama lain. unik. ingat, manusia mempunyai sidik jari yang berbeda satu sama lain, dan tidak pernah ada yang sama polanya. satu rahasia yang bisa aku tarik dari hikmah sidik jari ini, bahwa sekalipun manusia memiliki satu identitas kesukuan yang sama, namun tetap saja tidak dapat dikatakan mereka memiliki ragam kesamaan sikap dan tingkah laku.

anyway, pilihanku pada uda, bukan berarti sebuah bentuk perlawananku lo. kupikir ini garis Yang Di Atas. DIA mempertemukan uda dengaku, dengan jalan yang sungguh tak kuduga. hingga kini masih menjadi misteri bagiku. lain kali aku ceritakan. see you !





NB: sebenarnya tulisan ini sudah lama menggantung di sel-sel kelabuku. cuma aku lagi nggak produktif. nah, baru aku ketemu sama Bumi Manusia, aku makin tergerak untuk menorehkan di sini....

Tidak ada komentar: